twitter


Sebelum Idealisme Kita Luntur

(dan jangan sampai luntur)


Fenomena-fenomena terkait korupsi ataupun manipulasi anggaran negara bukanlah hal baru dalam perbincangan ranah kenegeraan kita. Pemberitaan media tak pernah sepi akan kasus permainan uang, baik berupa kenyataan, dugaan, ataupun manipulasi dan kreativitas kamuflase lain.

Yang sangat disayangkan, kasus itu mucul dari sosok-sosok yang harusnya menjadi panutan kita, pemerintah dan stakeholder lain, dimana kita sebagai rakyat menaruh kepercayaan padanya. Masih hangat dibicarakan, tentang anggaran-anggaran belanja pemerintah yang dianggap melebihi nilai rasional. Pernah muncul ke permukaan anggaran baju dan furniture presiden yang menembus angka 42 Milyar, penggunaan kartu lebaran oleh gubernur Jawa Barat yang hampir mencapai angka 2 Milyar, dan muncul pula angka fantastis lain sebesar 1,9 Milyar yang direncanakan hanya untuk biaya penyusunan pidato presiden 2011. Fakta-fakta tadi belum lagi ditambah dengan anggaran belanja lain dari orang-orang yang menamakan dirinya wakil rakyat itu untuk studi banding maupun pelengkap lain dari fasilitas-fasilitas yang ada, dengan dalih untuk meningkatkan efektivitas kinerja mereka demi kebaikan masyarakat.

Fenomena tadi hanyalah sederet rentetan yang terjadi dan mungkin penuh dengan permainan cantik dari manipulasi angka. Belum lagi ditambah dengan manipulasi lainnya berupa kasus korupsi yang selalu membuat negara dan rakyat ini merugi. Walaupun pihak yang terkait selalu memberikan bantahan dan argumen tentang nominal yang diambil, hati kecil ini tak bisa membohongi keganjilan-keganjilan yang ada

Saat media massa hanya menggembar-gemborkan, saat masyarakat termangu dalam kebingungannya, saat orang lain ingin menyuarakan, dan saat mahasiswa dalam perannya, bukankah telah tertanam dalam diri mahasiswa sebuah idealisme diri? Kita sebagai mahasiswa dengan pribadi yang beranjak dewasa tentu tak boleh memandangnya hanya dengan sebelah mata.

Dengan hati nurani yang berlum terkontaminasi kepentingan politik tertentu, ketika terpikirkan oleh kita bahwa ada sesuatu yang tidak tertata pada tempatnya, seperti fenomena bergesernya idealisme pemerintah dari kepentingan rakyat menjadi kepentingannya sendiri seperti contoh-contoh tadi, tentu dengan mudahnya kita bisa mengatakan mana yang salah dan mana yang benar. Bukankah sudah pasti? Salah. Benar. Hal ini idealnya adalah sebuah kesalahan. Hal itu idealnya adalah kebenaran. Sebuah idealitas yang terpatri nyata dalam diri kita, kaum intelektual

Namun, jika kita memperlebar sedikit jangkauan pandang kita, bukankah pemerintah juga termasuk dalam generasi intelektual yang sebelumnya menyandang status sama dengan kita kini, mahasiswa?

Pada kenyataannya, sesuatu yang multifaktorial dapat terjadi dan mempengaruhi keseimbangan idealitas seorang mahasiswa. Dalam perjalanannya, kita pasti akan menemukan tantangan dalam menjaga nilai yang sudah tertanam. Faktor kebutuhan akan materi, prestise, dan keserakahan pribadi mungkin adalah penyebab utama lunturnya idealitas dan pandangan yang murni itu. Kita memang tak bisa menjamin idealitas mahasiswa ini akan terus terbawa sampai nanti, tapi bukan berarti kita harus diam saja tanpa arti.

Sikap kritis tentu menjadi modal utama untuk controlling dan menjaga nilai yang telah ada. Kreativitas aksi? Itu yang ditunggu untuk menguatkannya

Terpikirkah? Kemana idealisme ini akan kita bawa?

Kita yang berpikir. Kita yang menentukan. Kita yang melakukan.


(Hanny Rosyida Arisna)

0 komentar:

Posting Komentar