twitter



Anak FK harus peduli pemilu 2009

hah?? Kenapa??

okay,,
Mungkin banyak dari kita yang nggak peduli sama yang namanya PEMILIHAN UMUM,,
mungkin karena begitu banyak pengalaman PEMILU masa lalu yang membuat kita jadi nggak appreciate sama kegiatan itu,,,

Mungkin teman-teman juga sudah muak mendengar janji-janji manis para calon pemimpin kita itu.

Muak…melihat muka mereka yang menghiasi (mungkin lebih tepatnya mengotori) banyak jalan di Indonesia.

Muak dengan persaingan unfair mereka yang saling menjatuhkan sesamanya.

Yeaaaah…kita memang boleh muak ,,

Tapi jangan sampai kemuakkan itu membuat kita memilih untuk GOLPUT!

Jangan sampai!!!

Karena kalau kita golput, berarti kita NGGAK PUNYA HAK APAPUN ( hak protes, hak marah, hak bangga, hak berontak) sama pemerintahan yang terpilih, ataupun ketika pemerintahan kita dipimpin oleh wakil-wakil yang nggak jelas, sehingga negara kita juga akan semakin tidak jelas.

Kita tetep GAK PUNYA HAK!!

Hei anak FK!! Pernah dengarkah kalian mengenai sejarah kemenangan HITLER di JERMAN??

Sesungguhnya itu terjadi karena rakyat Jerman ( saat itu ) teramat banyak yang memutuskan untuk ,
GOLPUT,
Padahal seandainya semua warga ikut bersuara…berarti akan ada 100% suara, dan itu bisa lebih fair, karena bisa jadi…partai yang lebih baik lah yang akan terpilih.

Tetapi bukan itu yang terjadi.

Karena banyak yang kontra dengan pemerintahan Jerman saat itu…banyak yang memutuskan untuk tidak mendukung siapapun, dan mereka pun memutuskan untuk GOLPUT.

Lalu akhirnya sisanya yang mau bersuara pada pemilu hanya lah orang-orang yang sependapat dengan partai NAZI,,,

Mulai dari sana lah penderitaan rakyat Jerman dibawah kuasa NAZI.
HEBAT KAN??.
Dan semua hanya karena KE-TIDAK PEDULIAN para warganya…...


FK-ers…

Mungkin suara satu orang dari kita nggak akan memberikan pengaruh yang significant, tapi ingatlah…kita adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Tentu saja kita cukup cerdas untuk berfikir…dan menentukan pilihan.

Just Think en Choose, guys!

Selamat Memilih…(:!!

(princessa diamante quinnona feat ojou nesUu_kajian Strategis Ilmiah Senat Mahasiswa Fakulas Kedokteran Universitas Padjadjaran)


Istilah SKP mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, teman-teman mahasiswa FK. Tetapi apakah kita sebenarnya sudah benar-benar mengerti mengenai SKP tersebut? Sebenarnya apa itu SKP? SKP, atau Satuan Kredit Partisipasi, secara singkatnya mungkin bisa dikatakan sebagai semacam ‘poin’ yang dikumpulkan untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi dari IDI.

Lalu apa pentingnya Sertifikat Kompetensi ini? Untuk lebih jelasnya, coba kita lihat dulu Undang-undang yang mendasarinya yaitu, Undang-undang Praktik Kedokteran. Dalam UUPK ini terdapat pembahasan mengenai status SIP (Surat Ijin Praktek), STR (Surat Tanda Registrasi), dan juga SKP.

Dalam UUPK No.29/04 disebutkan bahwa untuk mendapatkan SIP, dokter harus memenuhi syarat sebagai berikut : mempunyai STR, mempunyai tempat praktik, dan mempunyai Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi (IDI).

Sedangkan untuk mendapatkan STR (masih dalam UUPK No.29/04; vide ayat3), dokter harus memenuhi syarat: memiliki ijazah dokter, mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dokter, memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, memiliki Sertifikat Kompetensi, dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Peran SKP sendiri tersirat dalam pasal 51 UUPK No.29/04 poin e, yang berbunyi, “..dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.”

Terdengar rumit, ya? Singkatnya seperti ini, agar seorang dokter bisa memperoleh ijin praktek, ia harus memiliki salah satunya STR. Sementara untuk mendapatkan STR ini, salah satu syaratnya adalah memiliki Sertifikat Kompetensi. Sebagaimana sudah disinggung di atas, Sertifikat Kompetensi ini dikeluarkan oleh IDI setelah seorang dokter berhasil memenuhi SKP tertentu. Bagaimana cara mengumpulkan SKP? Salah satunya, SKP dapat dikumpulkan melalui pelatihan-pelatihan dan kegiatan ilmiah seperti symposium dan kongres-kongres kedokteran.

Wah, sulit juga ya menjadi seorang dokter. Apa sih sebenarnya tujuan diberlakukan sistem seperti ini? Dengan adanya SKP, diharapkan akan lahir generasi dokter-dokter yang melakukan “long-life learning” sehingga kompetensi dokter semakin tinggi, malpraktik dapat diminimalisasi, dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran kembali membaik.

Secara idealis dan teoritis, SKP adalah suatu konsep yang revolusioner dan sangat baik. Namun, sudah siapkah Indonesia dengan segala aspeknya untuk menerimanya? Apa dengan seperti ini kualitas pelayanan ksehatan benar akan meningkat? Bagaimana pula nasib dokter-dokter di daerah terpencil yang mungkin tidak bisa mengikuti banyak simposium-simposium di daerah kota? Terlebih, apa benar SKP dapat menjamin tujuannya apabila individunya sendiri masih belum siap? Malah, ada sedikit selentingan sarkas yang terdengar: “Apa dokter tidak seperti mengejar setoran poin saja?”.

Mungkin sekarang kita tidak bisa benar-benar menjawab pertanyaan tersebut secara berimbang. Masih terlalu banyak aspek yang mungkin terlewat untuk dibicarakan, dan juga masih banyak waktu sampai kita bisa benar-benar merasakannya. Untuk sekarang, yang bisa kita perbuat hanyalah belajar sebaik mungkin, agar nantinya kita bisa benar-benar menjadi seorang dokter yang baik. Amin!

Nanda Fadhita & I W. Andrew Handisurya
Kajian Strategis Ilmiah Senat Mahasiswa FK Unpad 2007-2008


Ada sedikit hal yang menggelitik benak kami sejak awal masa kepengurusan Senat Mahasiswa. Hal ini berkenaan dengan fenomena di sekitar, ketika memperhatikan respon berbeda pada pertanyaan sama yang diajukan pada beberapa mahasiswa dari beragam universitas. “Kamu kuliah dimana?”

“Saya kuliah di ITB,” rekan mahasiswa dari Teknik Kimia atau Biologi mungkin akan menjawab hal yang sama.

“Kalau saya dari Fikom.”

“Saya dari FK.” Padahal keduanya dari Unpad.
Kenapakah? Kajian kami menyimpulkan kemudian: kita telah dan sedang mengalami krisis sense of belonging yang kronis.

***


Mendalami dunia kemahasiswaan, maka untuk mencari contoh riil dari topic di atas tak akan kami ambil jauh-jauh selain dari dunia yang kami geluti ini. Yap, kami rasa permasalahan sense of belonging ini juga cukup kental terasa dalam dunia kemahasiswaan.Kalau tadi antara FK dan Unpad secara umum, maka kini antara Kemahasiswaan (BEM) Unpad dan Kemahasiswaan (Senat Mahasiswa) Fakultas Kedokteran Unpad.

Hal ini semakin kuat mengusik perhatian kami terutama saat isu Pemilu Raya Mahasiswa menjadi sedemikian kental belakangan ini. Kami ingin mensosialisasikannya tapi, satu pertanyaan muncul: Akankah teman-teman mahasiswa FK Unpad lain akan menganggap ini hal yang cukup penting dibandingkan learning issue untuk case baru? Lebih jauh lagi, kami juga bertanya pada diri kami sendiri, benarkah ini benar-benar penting?

Permasalahannya adalah bahwa BEM Unpad telah lama ada, namun tak terasa keberadaannya. BEM Unpad punya banyak program dan rencana, tapi tak terasa pengaruh dan manfaatnya hingga ke FK. Sekian kali pemilihan raya mahasiswa, dan sekian kali pula mahasiswa FK menjumpai hal serupa. Jadi untuk apa ikut memilih? (Begitu kan yang ada di benak mayoritas teman-teman; kami menganalisis dan menduga saja.) Meski tak bisa dipungkiri bahwa rekan-rekan di BEM Universitas pun terlanjur punya stigma tertentu untuk aktivis FK: elitif, individualis, jago kandang, sibuk. Benar?

Ini masalah; dan saat kita menjumpai masalah kita tidak mungkin diam saja dan pura-pura tidak tahu, bukan? Kita adalah mahasiswa dan mahasiswa punya peran luar biasa besar sebagai agen pengubah, bagian dari solusi. Lalu apa solusi yang bisa kami tawarkan? Kami memutuskan untuk mencari tahu terlebih dahulu sebetulnya seperti apa peran ideal sebuah BEM di tingkat universitas; dan tentu saja seperti apa seharusnya sebuah Senat Mahasiswa tingkat fakultas memosisikan diri.

Seorang rekan dari FK UGM yang kami jumpai saat kunjungan studi banding BEM FK UGM ke SEMA FK Unpad dan sekaligus dia juga hadir pada Padjadjaran Medical Fair Februari lalu bercerita tentang kondisi BEM universitas dan fakultas di tempatnya. Ternyata, sama seperti kita, BEM UGM tidak membawahi BEM fakultas; ia hanya berfungsi sebagai coordinator. Tapi fungsi koordinasi ini berlangsung penuh; berlangsung optimal, dan BEM FK UGM pun merasakan kemudahan berinteraksi dengan BEM-BEM fakultas lain berkat keberadaan BEM UGM. Salah satu bentuk kegiatan yang menarik, adalah adanya forum kajian bersama fakultas lain untuk menyikapi isu tertentu yang berkaitan. Misalnya, kajian tentang manajemen kesehatan kerja antara BEM Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomi yang dikoordinir oleh BEM universitas, atau kajian bersama yang dihadiri semua fakultas membahas kelangkaan beras sehingga mereka bisa langsung mendengar penjelasan dari Fakultas Pertanian.

Lalu bagaimana? Kami sudah mencoba mungusulkan format ini pada pihak yang berwenang di tingkat universitas. Tentu kami percaya, kalau UGM bisa mewujudkannya, tidak mungkin Unpad tidak bisa. Dan Pemilihan Raya Mahasiswa mungkin bisa menjadi satu jalan masuk menuju ke sana. Akan ada pemimpin baru mahasiswa di kampus kita. Dan kita tunggu, apa salah satu dari ketiga calon—siapapun yang terpilih—akan mampu membuat perubahan, dan menjadikan BEM Unpad lebih berarti bagi mahasiswa FK.
Karena kita bukan sekadar mahasiswa FK; tapi mahasiswa FK Unpad.

Almira Aliyannisa
Kajian Strategis Ilmiah Senat Mahasiswa FK Unpad 2007-2008
Hasil Kajian Internal KASTIL Maret 2008.


Hmfh… Ternyata tugas lab anatomy yang diberikan menjelang liburan, cukup untuk dijadikan suatu pemanasan sebelum saya memasuki system baru di tahun kedua saya.

Diluar dugaan. Tidak ada wacana pendahuluan seperti lab. Anatomy sebelumnya. Langsung berhadapan dengan soal yang membuat saya kembali membuka slide FBS saya, dan tidak menyangka tugasnya akan sebanyak itu. Oh my Allah…>.<

Sebenarnya yang membuat saya lebih terkejut adalah ketentuan dalam lab. Manual tersebut, adalah tugas harus dikerjakan dalam coretan tinta biru pada kertas ukuran A4. ???. Kenapa harus tinta biru? Kenapa tidak warna hitam saja? Bukankah tingkat kesopannanya sama saja dibandingkan warna lain?

Salah seorang teman saya berpendapat bahwa hal tersebut digunakan pihak pendidik sebagai antisipasi dalam menghadapi penyakit - penyakit kronis di dunia pendidikan. Mencontek, menyalin, dan koloni lainnya.

Ada suatu cerita yang pernah saya dengar, dan hal tersebut merupakan realita dalam kampus kita ini. Seorang mahasiswa kedokteran , kita sebut saja ‘X’, mengumpulkan tugas lab. anatomynya yang berupa fotocopian dari temannya yang lain, ironisnya pihak pendidik_Dosen_ waktu itu menerima saja tugas tersebut, tanpa memberikan sanksi apapun pada ‘X’. Menurut saya cerita tersebut sangat menggelitik, ada kesan tugas – tugas yang diberikan hanya sekedar formalitas, absensi si ‘X’_ atau mahasiswa yang lainnya. Entah bagai mana prosesnya, cukuplah ada lembaran – lembaran kertas A4 yang telah teridentitasi, dan ternodai oleh tulisan yang entah tidak atau termaknai .

Apakah ini alasan diberlakukannya penggunaan pulpen biru pada tugas anatomy? Ketika para pendidik baru menyadari adanya si ‘X’ yang menggunakan strategi cerdas untuk sebuah penipuan terhadap pendidikan. Lalu kedepanya akankah muncul ide – ide si ’X’ yang lain untuk mengimbangi strategi ‘Pulpen Biru’ ini? Hem…Komplikasi – komplikasi yang akhirnya akan disertai penyakit kronis pendidikan yang obatnya sangat – sangat susah dicari, atau mungkin tidak ada, karena sudah mendarah danging dalam diri si ‘X’.

Menyoroti tentang penyakit kronis pendidikan yang saya kemukakan sebelumnya. Menurut saya obat penyakit kronis ini memang sulit untuk ditemukan, sehingga kemungkinan untuk kembali sehatnya pendidikan, sedemikian kecilnya. Padahal jika diilhami dari hebatnya system imunitas tubuh kita, bisa disimpulkan bahwa obat tersebut berada didalam diri kita sendiri, hanya saja belum terekspresi, terstimulasi sehingga tidak tersintesis dan tersekresi.

Kurangnya kebanggaan pada hasil karya sendiri, menjadi salah satu faktor penghambat tidak terbuatnya obat tersebut dalam diri kita. Sadarkah kita bahwa kita adalah mahasiswa, akademisi ( apalagi kita anak FK bo! ), yang seharusnya memilki motivasi kuat untuk maju, mengembangkan diri, dan menjadi agen fungsional yang berkonstribusi bagi masyarakat luas yang hasil akhirnya kesuksesan akan menjadi karya yang patut dibanggakan. Bukannya malah menjadi kausa mengendemiknya wabah penyakit kronis pendidikan, yang berbuntut pada menurunnya kualitas ilmu dan etiket tenaga medis profesional.

Apakah kita salah satu korban dari penyakit kronis yang sudah menjadi endemik ini? Akhirnya tentu perlu diadakan introspeksi diri sebagai monitor keterjangkitan kita pada penyakit ini. Kemauan dan usaha yang kuat, untuk sembuh menjadi prinsip dari pengobatan penyakit ini. Janganlah membantu penyakit ini berkembang biak dengan menjadi salah satu bagian darinya.

Hmfh... Sampai saat inipun saya masih tidak habis pikir, hal apakah yang mendasari penggunaan pulpen biru dalam tugas Lab. Anatomy saya.

(:g)


Lagi lumayan rame kan tentang indonesia dan malaysia di media massa belakangan ini? yaa,banyak hal..

-perlakuan semena-mena terhadap tki kita..ya dicambuk,ya disuruh tidur di lantai,ya diancam gunting telinga, ya disuruh loncat dari jendela..
-lagu kita diklaim milik mereka..rasa saya nge dan jali-jali..
-Batik parang buatan Yogya juga dibuat hak paten sama mereka..
-Pulau Sipadan dan Ligitan sudah diembat juga..
- Tari Poco2 juga saya dengar dianggap tarian asli daerah sana--hopefully saya salah dengar..
-Ya mereka dikabarin ga ngehargain kita lebih dari sekedar tenaga kasar lah. Ya mereka nyebut kita dengan panggilan Indon, lah..etc..

Nah, nah, terusik ga harga diri kamu?
Terus apa yang mau kamu lakukan? Marah? Pundung? Ngomel? Musuhin anak Malaysia?
Gaak! Ga usah gitu, kita kan udah dewasa. Karena itu kita pasti tau kalo
yang namanya pemerintah Malaysia itu BEDA sama rakyat Malaysia. Pemerintah
Malays ia emang arogan, tapi rakyat Malaysia ga gitu ngerti tentang masalah
ini karena memang media massa mereka ga ngeberitain ini. Akhirnya pas ada ribut
gini, mereka cuma bisa bingung: Indon kenapa sih??Apa mereka cemburu banget ya
liat keberhasilan kita??
Waduh,pada hal bukan begitu kan.

Kita masih muda dan kita bisa tunjukin gimana jernihnya pikiran kita. Harus diakui kalo memang kita ketinggalan jauh dari Malaysia. Terutama sektor pertumbuhan ekonomi, kesehatan masyarakat, kualitas pendidikan, yah kesejahteraan secara umum. Dan kita ga boleh sok gengsi untuk belajar dari mereka. Konsistensinya, efektivitas progr am2 pemerintahnya, etc.

Tapi juga ga tepat kalo pemerintah Malaysia jadi ngerasa superior terhadap
kita. Anwar Ibrahim aja ngakuin kalo selepas kemerdekaan Malaysia tahun 1957,
Malaysia tuh benar2 tergantung sama kita. Kita ngirim ribuan dokter, guru, tenaga ahli kesana. Ya untuk ngedidik mereka! Ya untuk bantu mereka! Mereka juga mesti ngaku kalo orang sana ga banyak yg sekreatif Indonesia dari bidang seni. Belum ada yang ngalahin Rendra dan Chairil Anwar, kan? Juga dari dinamika kemahasiswaan dan aktivitasnya. .Bukan rahasia kalo pelajar Indonesia lebih bernyali untuk unjuk
pendapat, dsb..

Ya kalo kita mau dihargain, kita mesti mulai belajar numbuhin harga diri kita dengan cara yang benar. Ya bikin dong Indonesia yang benar. Supaya kita dihormati. Terlalu jauh? Yaa, minimal KITA yang benar deh. Urus hidup kita dengan benar.


Queen Hikari of Negeri Madani


Kalau kita berbicara mengenai kastil, yang terbayang di kepala mungkin benteng batu tua macam yang ada di permainan catur, atau yang ada di dongeng-dongeng ksatria. Tapi Kastil yang ini beda dengan kastil yang lain-lain. Kastil yang ini adalah akronim dari Kajian Strategi Ilmiah, sebuah divisi di Senat FK Unpad.

Apa sih yang dilakukan di sini? Singkatnya saja, tujuan kami hanyalah satu: menyampaikan informasi yang ada di dunia luar kepada para mahasiswa di FK.

Weks. Gak penting banget. Apa gunanya sih? Mending juga belajar, cari-cari LI atau apa gitu.

Nah, belajar memang gak ada salahnya. Bener banget malah. Tujuan kita belajar dengan benar kan supaya kita bisa jadi dokter yang oke punya nantinya. Tapi coba deh dipikir-pikir lagi, sebagai dokter, kita nantinya juga akan turun langsung ke lapangan. Dan, tentunya, praktik itu lebih berbeda dibandingkan teori semata. Yang jelas, beda banget dengan cuma ngebaca textbook.

Apa jadinya kita, para dokter muda itu, kalau ternyata kita gak bisa ngerti kondisi dunia tempat kita mengabdi nanti? Misalkan masalah sosial di satu daerah, atau ada epidemi penyakit tertentu di daerah lain.

Wah. Gak banget deh. Kerja kita sebagai dokter gak akan efektif.

Jadi inget, gue pernah nonton satu episode Mahakasih yang judulnya "Dokter Yang Sombong". Wah. Gak banget deh. Biar kita pintar, tapi skill kita tentunya gak akan berguna kalau kita gak bisa beradaptasi dengan lingkungan kita. Nah, karena itulah Kastil ini ada. Kita di sini biar teman-teman FK-ers gak cuma jadi katak dalam tempurung, dan bisa ngebuka diri terhadap perkembangan dunia luar.

Nah, blog yang sedang kamu baca ini merupakan salah satu cara kita-kita di Kastil buat menyampaikan informasi itu. Kenalin dong, nama gue
Droo, salah satu penulis yang ada di blog ini. Gue dan juga teman-teman ksatria Kastil lainnya bakal sering ngeupdate blog ini--entah buat sharing pendapat atau sharing informasi terbaru. Karena itu, sering-sering aja mampir ke blog ini.

Ditunggu ya, respon dari temen-temen lainnya.